Mimbar Malut – Sentral Koalisi Anti Korupsi Maluku Utara berunjuk rasa di gedung merah puti KPK RI Jakarta Pusat, atas dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan M Tauhid Soleman terkait dengan penyertaan modal ke PT. Ternate Bahari Berkesan.
Koordintor aksi Sentral Koalisi Anti Korupsi Maluku Utara M Reza saat menggelar aksi di depan kantro KPK pada Rabu (17/7/2024) dini hari, mendesak KPK agar segera menyelidiki dugaan kasus korupsi untuk mengungkap peran Tauhid Soleman.
Reza bilang, M Tauhid Soleman diduga terlibat kasus korupsi atas penyertaan modal lantaran saat itu dirinya menjabat sebagai sekretaris daerah (Sekda) dan Komisaris Utama PT. Ternate Bahari Berkesan.
Reza menjelaskan, dugaan keteribatan peran M. Tauhid Suleman selaku Walikotaernate dalam kasus penyertaan modal ke PT. Ternate Bahari Berkesan pada 2016 dan kasus Haornas 2018 wajib menjadi prioritas bagi KPK untuk menseriusi sebagaimana janji penutasan korupsi oleh KPK.
“KPK Harus jadikan Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Maluku Utara menunjukkan dugaan penyimpangan dalam penyertaan modal ke berbagai perusahaan daerah yang diterbitkan pada 7 Juli 2022 itu,” kata Reza dalam penyampaian orasinya di depan gedung KPK RI.
Dikatakan, dugaan penyimpangan termasuk adanya modal dasar fiktif sebesar Rp. 25 miliar yang disetorkan oleh Pemerintah Kota Ternate ke PT. Ternate Bahari Berkesan sebagai dasar untuk panggilan dan memeriksa Tauhid Solemen.
Menurut dokumen hasil audit tersebut sambung Reza, Tauhid Soleman diketahui mengesahkan perubahan anggaran ke beberapa perusahaan daerah dengan total nilai mencapai miliaran rupiah.
Reza mengungkapkan, Lima kali pengesahan penyertaan modal ini terjadi saat Tauhid menjabat sebagai Plt BPKAD Kota Ternate pada 6 Oktober 2016.
“Audit BPKP menunjukkan bahwa modal dasar yang disetorkan sebesar Rp. 25 miliar oleh Pemkot Ternate dan Rp. 10 juta oleh Muhammad Hasan Bay adalah tidak benar. Ini mengindikasikan adanya modal dasar fiktif. Publik berhak curiga bahwa ini adalah modus untuk memuluskan korupsi,” tandasnya.
Bahkan kata dia, KPK harus mengambil alih kasus ini sesuai dengan undang-undang tindak pidana korupsi, terutama untuk memperjelas keterlibatan Wali Kota Tauhid Soleman.
Selanjutnya, pada 24 Oktober 2016, Tauhid selaku Komisaris Utama menyetujui penambahan modal sebesar Rp. 6 miliar ke BPRS Bahari Berkesan, meskipun modal yang disetor hanya Rp. 5,7 miliar.
***
Tinggalkan Balasan