Mimbarmalutcom – Banjir bandang yang kembali melanda Kecamatan Lelilef, Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara baru-baru ini telah memicu kecaman keras terhadap keberadaan PT. Indonesia Weda Industrial Park (IWIP).
Mansur A. Dom, aktivis Jakarta dan mantan pengurus Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (IMIKI-Malut), pada Senin (22/7) mengungkapkan kritikan tajamnya terhadap perusahaan tambang tersebut.
Mantan Ketua Cabang IMIKI Malut ini menilai, PT. IWIP yang telah beroperasi sejak 2018, kini menghadapi tuduhan serius atas pelanggaran lingkungan dalam eksplorasi nikel di area seluas ratusan ribu hektar di Halmahera Tengah.
“Wargalah yang kemudian menanggung derita atas pemanfaatan industri nikel yang serampangan ini. Hutan dibabat, tanah dikeruk, dan limbah berserak,” tandasnya.
“Ore tambang nikel yang telah mengalir dan menyatu dengan air konsumsi warga dan air laut sudah tidak hanya berdampak pada hutan tetapi juga kesehatan maupun hasil laut seperti ikan dan lainnya,” tambah Mansur menegaskan.
Dikatakan, Banjir dahsyat pada Sabtu (20/7) kemarnin, telah mengakibatkan kerusakan masif, dengan ratusan rumah terendam dan infrastruktur mengalami kehancuran.
Akibatnya, Mansur bikang, ribuan warga mengalami kerugian besar, memperparah penderitaan masyarakat yang sudah lama merasakan dampak negatif kehadiran tambang.
Bahkan para ahli lingkungan dan aktivis Maluku Utara, berdasarkan berbagai kajian akademik dengan tegas menyimpulkan bahwa kegiatan pertambangan PT. IWIP adalah penyebab utama bencana berulang kali terjadi di Halmahera Tengah, khususnya di Lelilef dan sekitar lingkar tambang.
Mansur mengecam keras lemahnya pengawasan pemerintah, menyebutnya sebagai ‘bukti nyata kegagalan dalam menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan’.
1 Komentar
Soal aktifitas tambah yg berdampak terhadap kerusakan lingkungan bukan sesuatu yg tidak mungkin tapi itu sesuatu yg pasti, dn itu diketahui oleh semua orang, namun harus diakui bahwa persoalan permabnagn juga menjadi ruang keberlanjutan hidup masyarakat saat ini, bukan hanya Maluku Utara tapi banyak pekerja dari daerah lain mencari nafka di area pertambangan halteng. Persoalan yg harus diseriusi oleh semua elemen adalah fungsi kontrol pemerintah dn DPRD Maluku Utara agar lingkungan area pertambangan tetap aman dari berbagai acanaman ketika musim hujan, lemahnya fungsi kontrol sehingga aktifitas pengelolaan dilakukan secara berlebihan tanpa memperdulikan keberlanjutan, kalau suda seperti itu kondisinya,,,,,, yaaa sudah sulit berbicara persoalan ekologi, persoalan lingkungan, persoalan berkelanjutan. Untuk mengembalikan fungsi ekologi tidak semuda merangkai kata-kata di atas kertas atau berpendapat dihadapan forum.