Mimbarmalutcom – Gerakan Masyarakat Bersatu Untuk Pembangunan Bersih (GEMBUR) Malut di Jabodetabek gelar aksi unjuk rasa di depan gedung merah putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI) pada Jumat 30 Agustur 2024 kemarin. Aksi tersebut dilakukan terkait dengan dugaan korupsi dan kasus suap kepada Eks Gubernur Malut.
Kedatangan GEMBUR dengan berbagai sorak suara yang disampaikan didepan gedung KPK juga termasuk untuk mempertanyakan tindak lanjut laporan terkait Kasus Suap kepada Eks Gubernur Malut dan Kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menyeret Direktur PT. Al-Bakra atas nama Abdi Abdul Aziz.
Sandi, salah satu orator GEMBUR dalam orasinya, dengan tegas mendesak KPK untuk segera menetapkan Abdi Abdul Aziz sebagai tersangka atas dugaan pemberian suap sebesar Rp 1,1 miliar kepada AGK.
“GEMBUR juga menuntut KPK untuk menelusuri lebih dalam proyek pembangunan gedung kuliah terpadu IAIN Ternate senilai Rp 19,7 miliar, yang juga dikerjakan oleh PT. Al-Bakra,” ucap Sandi saat menymapikan orasinya di hadapan Gedung KPK.
Bahkan, mereka menuntut agar KPK segera memanggil dan memeriksa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan pengawas proyek terkait, mengingat dugaan kuat adanya penyimpangan dalam pelaksanaan proyek tersebut.
Selain itu, Mansur A. Dom, Koordinator Aksi, mengungkapkan bahwa kasus-kasus ini hanyalah puncak dari gunung es korupsi yang terjadi di Maluku Utara. Menurutnya, korupsi di provinsi tersebut bukanlah fenomena individu, melainkan jaringan terorganisir yang melibatkan banyak aktor, baik dari kalangan pejabat pemerintah maupun kontraktor.
“Fakta bahwa beberapa pejabat dan pemimpin perusahaan satu per satu ditetapkan tersangka oleh KPK dalam kasus ini menunjukkan adanya kolusi dan praktik koruptif yang terstruktur, yang sulit dibongkar tanpa keberanian dan transparansi penuh dari penegak hukum,” tegasnya.
Mansur juga merujuk pada kesaksian Abdi Abdul Aziz dalam sidang di Pengadilan Negeri Ternate, di mana ia mengakui telah memberikan suap kepada AGK melalui transfer bank dan secara langsung di hotel-hotel mewah di Jakarta. Praktik pemberian suap yang berlangsung secara bertahap dari Juli 2019 hingga Oktober 2023 ini menunjukkan adanya upaya sistematis untuk menghindari deteksi dari otoritas.
Lebih mencengangkan lagi kata Mansur, uang tersebut diserahkan melalui para ajudan AGK, yang mengindikasikan bahwa korupsi ini tidak hanya melibatkan individu tertentu tetapi juga lingkaran dalam gubernur.
Baca Selengkapnya di Halaman Berikut
Tinggalkan Balasan