Mimbarmalutcom – Polsek Obi kembali disoroti oleh berbagai kalangan atas dugaan penanganan kasus kekerasan seksual yang dinilai melanggar kode etik, lantaran sengaja memediasi antara pelaku dan korban agar berdamai.
Praktisi Hukum, Bambang Joisangadji kepada media ini, menekankan bahwa penanganan kasus kekerasan seksual yang diduga diseleksikan dengan cara damai oleh anggota kepolisian di wilayah hukumnya Polres Halmahera Selatan (Halsel) adalah bagian dari kelalaian dan jelas melanggar kode etik.
Hal itu disampaikan Bambang, setelah sebelumnya keterlibatan tiga anggota Polsek Obi dalam upaya memediasi kasus pemerkosaan yang dialami seorang siswi SMK Teknologi di Kecamatan Obi, Halmahera Selatan.
Bambang menilai tindakan tersebut bukan sekadar pelanggaran kode etik, tetapi telah masuk pada ranah pidana karena berpotensi menghalangi proses penegakan hukum.
Dalam UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Pasal 23 kata Bambang, menegaskan bahwa tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali pelakunya anak di bawah umur sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang.
“Merujuk pada ketentan tersebut diatas maka proses upaya damai atau mediasi yang dilakukan itu bertentangan dengan ketentuan undang-undang sebagaimana yang disebutkan diatas,” ujar Bambang.
Bambang menegaskan agar oknum anggota yang melakukan tindakan pelanggaran dalam penanganan perkara ini dapat dilaporkan ke pihak Propam Polres Halsel atau Polda Malut untuk dilakukan pemeriksaan kode etik dan seterusnya.
Tidak hanya itu, Bambang juga menuturkan bahwa pada Pasal 76D UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak jika dihubungkan dengan Pasal 6 Ayat (1) jo Pasal 7 UU Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menegaskan persetubuhan terhadap anak atau pelecehan seksual secara fisik terhadap anak bukan delik aduan tetapi delik biasa.
“Berpedoman pada kedua UU Perlindungan Anak dan UU TPKS tersebut diatas, maka Polisi dalam hal ini Polres Halsel atau Polsek Obi dapat memproses informasi adanya kasus kekerasan seksual terhadap anak, tanpa harus menunggu adanya laporan dari pelapor atau korban kepada Polisi,” tegasnya.



Tinggalkan Balasan